Sudah beberapa bulan ini kekeringan melanda kota dimana saya bermukim dan bertumbuh kembang. Manado, Sulawesi Utara, kota kecil yang sedang berkembang dengan pembangunan yang sedang marak dilakukan. Satu hal yang amat populer adalah kulinernya yang pedas hingga membuat lidah bergetar dan kecantikan para wanitanya menurut beberapa pendapat dari orang-orang. Tapi, setelah menikah saya mengikuti suami saya pindah ke Bitung salah satu kota di Manado yang merupakan pusat industri karena di sini terdapat banyak pabrik dan semacamnya.
Seiring semakin parahnya musim kemarau ini para massa mulai kesusahan mencari salah satu yang menjadi sumber kehidupan dan kelangsungan untuk bisa bertahan hidup. Air. Ya, kami butuh air. Namun kemungkinan hujan turun pun tak ada pertanda hanya terlintas pertanyaan sampai kapankah akan seperti ini? Apa harus menunggu bulan Desember tiba baru hujan turun membasahi tanah? Kecemasan pun surut perlahan untuk kami yang memiliki cadangan air yang cukup dan masih bisa bertahan menjalani hari layaknya manusia bebas tanpa masalah, membuat pikiran jernih sejernih air yang merupakan unsur terpenting kehidupan karena itu ucapan syukur sudah sepantasnya terucap dari bibir kami yang lebih sering berkata tidak layak untuk didengar telinga dan dilihat mata, bukankah begitu? Harapan terbesar saya adalah melihat hujan turun walau hanya sekejap mata memandang dan sedetik telinga mendengar tetap akan membawa sebuah kebahagiaan meski tak lama tapi baik untuk saat ini. Dan segala yang baik itu indah. Menanti hujan turun lebih cepat lebih baik.
Semoga. Berharap tidak menyakiti siapapun like selfie, isn't it? :)))
0 comments:
Post a Comment